Jumat, 27 Februari 2009

ISU LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PARA PECINTA ALAM


Saya terkesan oleh satu rumor yang mempertanyakan dimana pecinta alam saat ini. Pertanyaan ini sekaligus menjawab teka-teki bahwa ternyata masih ada orang yang tahu tentang pecinta alam.
Berbicara pecinta alam bagi saya tidak lebih seperti berbicara masalah lingkungan yang semakin absurd tidak tahu ujungnya. Tercatat hampir sekitar 250 perhimpunan pecinta alam di Yogyakarta saja, belum di Indonesia. Pada umumnya terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari mahasiswa,pelajar sampai organisasi PA (pecinta alam) umum pun hadir menjamur dewasa ini.di mahasiswa terkenal dengan sebutan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di pelajar terkenal dengan nama Sispala (siswa pecinta alam).
Secara umum orang tahu pecinta alam, mereka adalah orang yang suka atau punya hobi naik gunung dengan rambut gondrong, pakaian, aksesoris yang khas menandakan seorang pecinta alam. Sayangnya opini yang menempel pada diri PA ini lebih menjurus pada konotasi yang negative, ini lebih karena sering terjadinya praktek-praktek vandalisme di gunung, tempat wanawisata bahkan dipuncak gunung sekalipun ada coretan-coretan iseng. Terlepas dari apakah ini perbuatan seorang pecinta alam atau hanya kebetulan orang yang iseng saja yang naik gunung membawa spidol atau cat semprot.
Karena sulit membedakan antara pecinta alam asli yang peduli alam dan lingkungannya atau hanya pecinta alam gadungan yang hanya menempelkan nama kerennya saja, anggapan pun semakin luas terhadap perilaku sosial yang tidak terpuji seperti membuat kegaduhan di tengah malam dengan teriak-teriak bahkan lebih kaget lagi adalah sering ditemukannya berbagai macam sampah sampai kondom sekalipun di Taman Wisata Kaliurang, ini siapa lagi kalau bukan orang yang sering main ke gunung.
Terlepas dari konotasi negative tadi, pecinta alam mempunyai satu posisi yang sangat penting perannya dalam membina generasi muda untuk kepedulian terhadap alam ini seperti bisa kita lihat kegiatan-kegiatan penghijauan di lereng Merapi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pecinta alam di Yogyakarta atau aksi bersih kali oleh beberapa pecinta alam di Bandung beberapa bulan. Ini menandakan adanya satu persepsi yang masih belum diketahui oleh kebanyakan orang tentang kegiatan pecinta alam yang tidak saja berkutat di acara mendaki gunung.
Namun dalam tataran politik lingkungan pecinta alam cenderung apolitis dalam tataran gerakan lingkungan secara keseluruhan pecinta alam belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan yang dinamis, sepertinya belum ada satu pemikiran taktis gerakan pecinta alam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan. Lebih jauh lagi pada peran mahasiswa pecinta alam, masih sedikit aksi-aksi advokasi dari para mahasiswa pecinta alam untuk masalah lingkungan. Ini terkesan apatis untuk melakukan advokasi bagi korban pencemaran lingkungan atau penolakan untuk rencana pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Ambilah salah satu contohnya di Yogyakarta, ditengah maraknya isu pembangungan kawasan konservasi air dan hutan oleh Pemkot, Jalan Lintas Selatan yang melewati kawasan hutan yang masih alami, Taman Nasional Gunung Merapi, Safir Square , Plaza Book UGM, Pelabuhan ika di Pantai Glagah yang nyata-nyata tidak sesuai dengan Ketentuan kebijakan lingkungan mengenai Tata Ruang, AMDAL, UU No 23 taqhun 1997, Transparansi dan Akuntabilitas public. Mahasiwa pecinta alam atau kelompok pecinta alam lainnya terkesan acuh tak acuh tidak mau peduli mengkritisinya.
Saya mengutip dari satu catatan Gerlorfd Nelson senator Amerika tahun 1970 yang disampaikan dalam Catalyst Conference Speech of Illionis tahun 1990, ia mengatakan “ jika ingin mengubah Negara untuk kegiatan-kegiatan yang sulit tentang persoalan kebijakan politik, pecinta lingkungan menjadi sumber kekuatan dengan apa saja dapat dilakukan, jika anda ingin mempunyai Negara untuk kepentingan ekonomi, pikirkan diri anda dan generasi yang akan datang, saya yakin anda dapat melakukannya“. Catatan ini yang menjadi dasar untuk bergerak dalam wacana lingkungan melawan kapitalisme global.
Kini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk membangun sebuah sinergi gerakan dari para pecinta alam baik itu mahasiswa pecinta alam, siswa pecinta alam ataupun kelompok – kelompok pecinta alam lainnya untuk masa depan lingkungan hidup karena masalah lingkungan adalah permasalahan bersama sehingga korelasi antara banyaknya pecinta alam dengan kelestarian alam ini dalam tanda positif bukan sebaliknya. Bangkitlah ruh-ruh pecinta lingkungan hidup MAPALA UNISI. Pantang kembali sebelum tercapai puncak idaman.
“Sedikit ide yang kau tuang dalam karya, akan lebih berarti daripada seribu kata yang terucap (kata seseorang untuk saya)”