Jumat, 01 Mei 2009

Dieng Plateu, Bumi Khayangan di Tanah Jawa

Telaga Warna dengan background Gunung Sindoro

Dieng Plateu, adalah sebuah tempat dengan kondisi demografis yang dikelilingi oleh beberapa gunung dan pegunungan, menyuguhkan panorama yang tak habis meninggalkan decak kagum. Udaranya yang sejuk, dan kabutnya yang turun di hampir setiap waktu, telah memberikan daya tarik tersendiri. Jika sinar matahari cerah mengalahkan kabut yang pergi menyingkir, maka akan terlihat pemandangan gunung dan pegunungan di sekitarnya yang menampakkan denyut kehidupan. Lekuk-lekuk Sungai Serayu, kebun-kebun kentang, perumahan penduduk, dan lahan-lahan tembakau terhampar.

Disini kita juga bisa mendirikan kemah
Biasanya, ketika tiba pagi pertama bagi para turis yang datang ke Dataran Tinggi Dieng, mereka akan diajak ke Menara Pandang. Selain dapat menikmati golden sunrise dari timur Gunung Sindoro dan pegunungan Tlerep, kita juga bisa menatap sebagian besar pesona Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateu). Dataran Tinggi Dieng, tercatat berada pada ketinggian yang berkisar antara 1200 s/d 2550 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tepat terletak di antara dua daerah kabupaten: Banjarnegara dan Wonosobo, juga termasuk dalam dua wilayah kecamatan: Batur dan Pejajar.

Iklim dan suhu yang mendukung kesuburan tanahnya, menjadi sumber penghidupan penduduk di sana. Dingin yang menggigit tulang, tak jadi aral rintangan bagi penduduk di sana untuk melakukan aktivitasnya setiap hari. Daerah ini bertemperatur rata-rata 18°Celcius pada siang hari, dan 12 s/d 16 °Celcius pada malam atau pagi hari. Pada waktu musim kemarau, suhu dapat turun drastis di bawah titik nol derajat Celcius. Rendahnya suhu tersebut membekukan embun. Menurut petani Dieng, kristal-kristal embun yang sering disebut embun upas sangat tidak bersahabat. Tanaman kentang dan kubis mereka terancam jika embun ganas tersebut datang. Bahkan menurut penuturan masyarakat asli Kabupaten Wonosobo, pada pagi hari di musim kemarau suhunya bisa mencapai -2 s/d -4°Celcius. Dengan suhu sedingin ini kadang membuat para petani kentang gagal panen, karena kentang mereka membeku.

Rendahnya temperatur ini juga dapat membuat beberapa jenis tanaman tumbuh subur di sana. Sebagian kecil lahan tembakau yang subur, tampak lebih jelas bila dipandang dari sebuah penginapan yang diapit oleh keindahan pemandangan dari dua Gunung, Sindoro dan Sumbing.

Perkebunan Teh Tambi di Dieng Plateu, begitu pula halnya dengan Perkebunan Teh Tambi yang berada di lereng pegunungan Sindoro dan Sumbing di ketinggian 800 s/d 2000mdpl. Perkebunan Teh Tambi ini telah tumbuh subur sejak tahun 1865 hingga sekarang. Kabut yang kerap turun di sana, malah menjadi nilai tambah bagi pesonanya.Tak sedikit turis yang betah berlama-lama memandangi hamparan hijau kebun teh sambil sekaligus berkunjung ke pabrik pengolahannya yang terletak tak jauh dari sana. Jika semua aktivitas telah usai, para turis dapat menikmati secangkir hangat teh Tambi.

LEGENDA DI DIENG PLATEU

Dieng dan pesonanya, juga menyimpan legenda yang menjadi cerita asal mulanya. Mangutip penuturan Pak Salim kepada sebuah media cetak,ia mengatakan ada legenda yang hidup dan dipercaya penduduk disana. “Dieng itu dari bahasa Jawa,yaitu dhi dan hyang yang artinya gunung, dan hyang diambil dari kata para hyang, yang artinya para dewa dewi. Jadi, Dieng itu artinya gunung tempat para dewa dewi. Bisa dilihat, di sini juga ada banyak situs-situs candi peninggalan agama Hindu," ungkapnya.
Komplek candi Arjuna

Perjalanan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor (motor atau mobil) dari kota Wonosobo menuju Dieng Plateu. Jaraknya kurang lebih hanya 26 km. Jika telah tiba di kompleks candi Arjuna, pengunjung dapat melihat deretan candi yang berdiri tegak di sana. Ada Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Semar. Dari hasil penelitian para ahli sejarah, kelompok candi Arjuna ini dibuat pada pertengahan abad ke-8. Diperkirakan candi peninggalan agama Hindu Civa (Hindu Shiwa) ini, usianya lebih tua daripada Candi Borobudur yang ada di Yogyakarta.

Selain itu, masih ada beberapa kelompok candi lainnya yang terletak terpisah beberapa kilometer dari kelompok candi Arjuna. Kelompok candi lainnya itu adalah Candi Gatotkaca dan Candi Bima.

Situs-situs bersejarah ini berada dalam area cagar budaya yang terawat baik. Letaknya dikelilingi oleh pegunungan Pangonan. Tak jauh dari kawasan candi Arjuna, terdapat tempat wisata lain yang juga ramai dikunjungi. Telaga Warna dan Kawah Sikidang.

Telaga Warna dengan latar belakang dua gunung besar, yaitu Gunung Sindoro yang berketinggian mencapai 3151 meter dan di sebelahnya, yaitu Gunung Sumbing dengan ketinggian 3371 meter. Telaga yang tampak berwarna hijau kebiruan dan bening berkilauan ditimpa sinar matahari, adalah sebuah telaga yang dibuatkan oleh Pangeran calon menantu sang Ratu. Konon pada saat itu ada dua calon yang akan diangkat menjadi menantunya. Oleh karena itu, diadakanlah sayembara adu cepat membuat telaga. Salah satu Pangeran, jadi pemenangnya. Namun saat sang Ratu sedang berjalan-jalan dan melihat telaga dengan airnya yang begitu tenang, Ratu menjadi tertarik dan mencari tahu tentang siapa pembuatnya. Akhirnya keputusan tentang pemenang sayembara tersebut, dicabut. Pangeran pembuat telaga beriak tenang dengan airnya yang bening berkilauanlah yang menjadi pemenangnya. Ketika Ratu tengah mandi di telaga ini bersama anak perempuannya yang cantik, baju-baju mereka diterbangkan angin dan jatuh ke dalam telaga. Baju-baju mereka melunturi air telaga, hingga air telaga menjadi berwarna. Sejak itulah, telaga ini disebut sebagai Telaga Warna. Legenda Telaga Warna ini, masih tetap hidup dan dipercaya oleh penduduk di kawasan Dieng.

Pada bagian lereng bukit dekat dengan Telaga Warna, ada sebuah kawah yang disebut dengan nama Kawah Sikidang. Kawah ini berkadar belerang rendah, hingga pengunjungnya tetap banyak yang datang mendekat ke Kawah Sikidang. L. Agus. Tjugianto, seorang penduduk asli Kabupaten Wonosobo sekaligus pemilik Kledung Pass Hotel dan Restaurant yang berlokasi tak jauh dari Telaga Warna dan Kawah Sikidang, menuturkan kepada para peserta tour bahwa Kawah Sikidang berasal dari sebuah legenda rakyat Wonosobo. “Dipercaya, bahwa di dalam kawah tersebut dulunya ada sebuah istana milik seorang ratu yang cantik. Namanya Shinta Dewi. Pada suatu masa, ia dilamar lengsung oleh pangeran yang menurut kabar, adalah pangeran yang tampan dan kaya raya. Namun ternyata Shinta Dewi kecewa. Pangeran ini bertubuh manusia dan berkepala kijang. Namanya, Kidang Garungan. Maka untuk mempersulit proses lamarannya, Shinta Dewi bersiasat dan meminta syarat untuk dibuatkan sumur yang sangat besar dan sangat dalam di sana. Ketika sumur tersebut hampir selesai, Shinta Dewi dan para pengawalnya mengurug sumur itu. Kidang Garungan ikut tertimbun di dalamnya. Dengan mengerahkan segala kesaktiannya untuk keluar dari sana, sumur itu meledak. Permukaannya menjadi panas dan bergetar. Namun setiap kali Kidang Garungan ingin keluar dari sumur ini, sumur ini terus menerus diurug. Akhirnya Kidang Garungan sangat marah hingga mengutuk bahwa seluruh keturunan Shinta Dewi akan berambut gembel.”

Setelah menikmati indahnya Kawah Sikidang yang terus mengepulkan asap belerang ini, pengunjung dapat menengok aneka ‘buah tangan’ yang dijual para penduduk di los-los terbuka dekat area parkir dan gerbang masuk kawasan wisata Kawah Sikidang. Ada aneka bentuk dan kreasi kerajinan perak, buah dan manisan Carica Dieng dalam kemasan, cabe Dieng, keripik jamur, hingga jamu purwaceng. Setelah diteliti, ternyata tumbuhan yang disebut purwaceng (yang ini dipercaya dapat mendokrak vitalitas)  ini termasuk jenis tanaman ginseng yang tumbuh juga di Korea dan Cina.

Tak jauh dari lokasi ini juga ada Bimolukar (Bima Belukar). Sebuah tempat mata air Sungai Serayu yang berasal dari Gunung Perahu (2596mdpl), dan dianggap sebagai air suci bagi umat Hindu. Masyarakat Bali biasa menggunakan air suci dari sumber mata air ini untuk ritual sembahyang, dengan terlebih dahulu diinapkan semalam sebelum dibawah ke pulau bali. Di sekitar mata air ini rimbun dengan pepohonan dan menuju gerbang masuknya, seringkali beberapa ekor monyet yang telah jinak, muncul dan diam berlama-lama di sana. Sungguh sebuah pemandangan yang unik.
Telaga Cebong tempat yang nyaman untuk berkemah dan menyaksikan Sun Rise atau Sun Set

Untuk yang suka berkemah kita dapat berkemah di telaga warna atau yang agak jauh letaknya di telaga cebong disini kita dapat menyaksikan matahari terbit atau terbenam dan udara yang menusuk kala malam.
Dieng Plateu Theather, dengan HTM Rp 3.000 kita bisa menyaksikan film tentang Dieng berdurasi 20 menit